Rabu, 27 Januari 2010

Menyiapkan Generasi Berempati

Republika (27/04/2007), Sudah tak terelak lagi, budaya global telah mengubah prilaku remaja Indonesia. Dari jantung kota hingga pelosok pedesaan. Semua punya irama hampir sama tentang gaya dan budaya yang sedang trend di musimnya. Pengaruh budaya ini tak pelak menggiring masa depan generasi muda pada titik buram. Padahal di tangan merekalah nasib bangsa ini digantungkan.


Dilihat dari bangunan psikologisnya, pemuda memang memiliki karakter mental yang labil. Dalam kondisi inilah saat rentan mereka mudah tercoret warna-warnai pergaulan negatif. Namun jika di dada pemuda ini tertancap keyakinan teguh terhadap suatu tatanan nilai dan prinsip hidup, pemuda adalah tombak tajam perubahan.

Dengan keyakinan positif ini mereka akan memperjuangkannya secara tulus ikhlas dan tanpa pamrih. Maka sebuah kekuatan besar akan menggetarkan dunia. Pantas jika Soekarno lantang berucap, "Beri aku sepuluh pemuda, dengan mereka aku mengguncang dunia".

Sayangnya, mencari sepuluh pemuda sebagaimana kriteria Soekarno, saat ini sulit. Pemuda kita hidup dalam kondisi sistem pendidikan, ekonomi, politik, budaya, dan karakter bangsa yang

Masa depan itu seolah usai dengan menjadi bintang. Tunas muda kita nyaris tak diberi pilihan untuk mencari sosok teladan yang baik. Anak-anak muda yang melesat sebagai bintang ilmu pengetahuan, tak banyak menarik minat. Berbeda dengan anak-anak muda yang populer wajah dan namanya di layar kaca, akan cepat menjadi contoh pilihan. Mungkinkah kita salah mengajarkan pada pemuda kita tentang makna popularitas?

Anak muda perlu teladan. Ironisnya, generasi dewasa dan tua kita yang mengurus negara ini belum memberi teladan baik. Anak muda kita terus melihat generasi pendahulunya sebagai generasi kriminal. Para pemimpin dan elit yang korup dan abai pada nasib bangsanya. Generasi yang mementingkan diri sendiri dan keluarga dengan penopang jabatan begitu vulgar dipertontonkan. Anak muda kita hidup di era pemimpin-pemimpin dan birokrat miskin nurani.

Gempuran budaya hedonis dan tontonan sistem yang korup telah menjepit para pemuda. Mereka terhimpit kondisi buruk yang sulit dielak. Pada kondisi ini pemuda mesti diselamatkan. Pemuda harus dibawa pada karakter tangguh dan mandiri yang dibangun dengan semangat berkompetisi.

Semangat dibutuhkan untuk menstimulus agar pemuda mampu menunjukkan prestasi-prestasi positif. Semangat ini berupa keunggulan khas, dapat diandalkan, serta daya tahan dalam kesulitan dan persaingan. Tak kalah penting juga modal moralitas untuk tetap menjaga agar jangan sampai semangat berkompetisi memberangus rasa tanggungjawab sosial pemuda kita. Modal moral yang paling mendasar, yakni komitmen pada perjuangan untuk menegakkan nilai, keyakinan, tujuan dan amanat penderitaan rakyat.

Untuk mewujudkan ini, kita harus meramu pendidikan karakter yang mencampur pikiran, perasaan, dan prilaku. Proses pendidikannya harus mengartikulasikan nilai-nilai dalam bentuk, mengetahui yang baik; merasakan yang baik; mencintai yang baik; menginginkan yang baik; dan melakukan yang baik.

Dari pembentukan karakter ini, akan lahir generasi yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk berprestasi dan berkompetisi secara sehat. Mereka akan memperlihatkan karya nyata bagi kehidupan sosial yang lebih baik. Sampai pada akhirnya pemuda mewujud dalam sosok pemimpin yang memiliki rasa tanggungjawab sosial tinggi untuk memperjuangkan dan menegakkan nilai kebenaran dan keadilan serta perlindungan terhadap hak dan kepentingan orang banyak.

Peduli Sosial Remaja

Jika tidak ada aral melintang, hari ini, Jumat (27/4), Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Adhyaksa Dault akan membuka sebuah aktivitas baru untuk remaja Indonesia. Sebuah kegitan positif tentunya, yang berbasis pada penggemblengan nurani, empati, dan kemanusiaan. Wahana menatah hati para pemuda agar terukir nurani sebagai landasan penting saat kelak memimpin bangsa.

Sebuah program untuk anak muda ini dibingkai dalam kelompok Peduli Sosial Remaja (PSR). Menurut Presiden Baznas - Dompet Dhuafa, Rahmad Riyadi, untuk mewarnai prilaku anak muda masa kini diperlukan jalan keluar yang bisa menampung aspirasi mereka ke arah yang positif.
Salah satunya dengan membuat program kepedulian sosial yang dibakukan sebagai salah satu ekstra kurikuler di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan.

"Bangsa ini untuk berubah lebih baik harus melalui anak-anak muda. Tetapi untuk menuju ke sana mereka perlu diberi bekal tentang empati, nurani, dan kemanusiaan. Sehingga jika kelak menjadi pemimpin, mereka akan tampil sebagai pemimpin yang adil, arif, memihak pada yang lemah, mau berkorban, dan tidak korup. Negeri ini perlu pemimpin-pemimpin semacam itu", tandas Rahmad.

Untuk mewujudkannya, menurut Rahmad Riyadi, digagaslah PSR itu sebagai salah satu alternatif pembinaan karakter positif generasi muda. Program ini mulai dijalankan di 17 sekolah SMA Negeri dan 5 SMA swasta di Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor, dan Tangerang.

Lebih lanjut, Rahmad menjelaskan, program yang nantinya menjadi ekstra kurikuler ini punya

"PSR akan bergerak layaknya Pramuka dan PMR. Tetapi ia punya keunikan tersendiri. Selain kepemimpinan di dalamnya, fokus PSR pada kemanusiaan seperti bagaimana menumbuhkan empati dan peduli pada kesulitan hidup orang-orang di sekitarnya. Bahkan mereka juga kami rancang untuk punya binaan sebuah komunitas orang-orang miskin, membantu teman yang kesulitan dan sebagainya", kata Rahmad.

Dari aktivitas PSR ini, diharapkan gerakan empati dan peduli mulai mengakar di hati dan dijiwai dalam prilaku kehidupan sehari-hari para remaja. Dengan langkah kecil tapi fundamental ini, kelak calon penerus bangsa ini akan menjadi generasi yang mandiri dan berempati pada bangsa serta nasib masyarakatnya.

Menanggapi program PSR masuk sekolah, respon baik datang dari berbagai SMA di Jakarta yang siap menjadikan PSR sebagai program ekstra kurikuler. Seperti disampaikan Wakil Kepala SMA Negeri 6 Jakarta Selatan, Taman, pihaknya mendukung program yang baik ini. Menurut Wakasek bagian Kehumasan ini, program seperti PSR akan menjadi sarana efektif untuk membangkitkan semangat kepedulian pada sesama sejak dini.

"Kami mendukung program ini jadi ekstra kurikuler. Kami siap menjadi contoh pertama, kebetulan kepedulian semacam ini juga sudah dijalankan oleh sebagian kecil murid-murid dan wali murid di sekolah kami", tandas Taman sembari berharap sekolah-sekolah lain ikut mendukung program ini.

PSR yang di launcing oleh Menpora hari ini, di SMA Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta Selatan, sebagai sarana menggembleng empati dan peduli yang diharapkan menjiwai generasi muda bangsa. Jika ini membumi, kelak negara ini akan diurus para pemimpin yang punya nurani dan mau berkorban untuk rakyat serta bangsanya.

SUMBER: MEDIKA PUTRA
DEFI MULYADI

Tidak ada komentar: